02 Maret 2021
Kita hidup di jaman yang sudah di-doktrinisasi oleh perusahaan-perusahaan
Farmasi Besar yang mewarisi budaya luar negeri bahwa kalau mau sembuh ya HARUS
ke Dokter kemudian minum OBAT yang diresepkan oleh Dokter. Kalau tidak
dilakukan maka TIDAK AKAN PERNAH SEMBUH. Ini yang selalu diulang-ulang terus di
siaran Televisi Nasional, di iklan yang ada di radio dan media cetak lainnya.
Sekarang merambah dunia Informasi Teknologi juga, bahkan ada aplikasi yang
dengan mudahnya menghubungkan kita dengan dengan Dokter secara instan, tanpa
harus tatap muka atau beranjak dari tempat kita sekarang, hanya tinggal
menyentuh layar ponsel saja.
Begitu mudahnya akses seseorang untuk mendapatkan obat, untuk
menghubungi dokter. Saya tidak mengatakan ini karena saya benci Dokter dan
obat-obatan kimia, tetapi saya mengatakan ini karena kita sudah lupa pada
sejatinya diri kita yang terhapus karena doktrinisasi yang kita terima setiap
hari dan kita menerimanya dengan tangan terbuka. Apalagi sekarang ada Pandemi
CVD-19 yang sedang berlangsung hingga saat saya menulis tulisan ini, “event “
ini bisa dijadikan “alasan” yang “pas” bagi produsen obat-obatan, alat
kesehatan, seluruh industri farmasi dan semua yang terkait di dalamnya.
Kita menjadi tidak berdaya menerima “fakta” yang dibentuk
oleh media dan informasi bahwa kalau sembuh atau kesembuhan adalah sebuah
keajaiban dan keajaiban itu hanya bisa dicapai apabila kita mengkonsumsi atau
“pergi” ke Dokter. Hanya itulah satu-satunya cara seperti yang tertulis di
media sperti yang di informasikan di mana-mana.
Padahal Sembuh atau Kesembuhan itu bukanlah suatu keadaan
tidak ada menjadi ada. Kesembuhan atau sembuh itu sudah sejatinya kita sebagai
manusia yang merupakan Citra dari Tuhan. Jadi tidak ada itu kata “SEMBUH”
karena sejatinya kita adalah “SEHAT” yang artinya tidak sakit. Akan lebih baik
apabila dikatakan kita kembali ke kondisi awal kita sebagai manusia.
Dengan ini kita menyatakan pencabutan label “Sakit” dan
“Sembuh” yang sering didoktrin kepada pikiran dan pemahaman kita. Pemikiran
yang mengacu kepada Dualitas, pengkutuban. Jadi lain kali kalau ditanya ya
dijawab, “Ya gini ini” dengan itu maka kita hilangkan penamaan “labeling” yang
biasanya kita lakukan untuk menamai kondisi yang kita rasakan saat ini. Dan
dengan ini pula kita menjadikan diri kita sebagai diri kita yang SEJATI.
Seperti sekarang ini, saya sedang mengalami “ngene iki” tapi
sekarang sudah bisa kembali ke diri saya yang “SEJATI”.
Matur Nuwun Gusti 🙏
No comments:
Post a Comment