31 Januari 2020
Begitulah tanya salah satu kawan ketika saya di hina oleh
sesama pengguna angkutan umum. Teman saya pun menambahkan, βNek iku mau aku
sing di enyek, yo pasti tak bales pasti tak enyek gentiβ.
Nah, itulah reaksi kebanyakan orang, ketika hinaan, olokan,
ejekan, cercaan, makian, cacian dan lain sebagainya yang menyakitkan hati yang
secara default manusia dengan insting survival mereka untuk FIGHT kalau berani,
kalau nggak berani ya FLIGHT deh.... atau kalau sudah kepepet di pojokan ya
FREEZE (playing dead, playing victims, you name it).
Bagaimana
Kita Harus Bersikap?
Bagi saya ketika orang lain melakukan sesuatu yang
menyakitkan hati dan perasaan saya, ini membuat saya teringat kembali apa kata
mentor saya Pak Bagus Herwindro, bahwa apa yang datang ke saya adalah
perwujudan dari diri saya sendiri. Sehingga ketika saya di hina, di ejek dan di
sakiti, saya langsung melihat diri saya sendiri yang pernah menghina, mengejek
dan menyakiti orang lain. Saya belum berbicara karma saya hanya memposisikan
diri saya melalui mata si pelaku. Kemudian saya sadari bahwa diri saya yang
melakukan itu, apa yang membuat saya melakukan itu? Kemudian saya pahami bahwa
itu yang bisa mereka lakukan ketika menerima reaksi itu? Hanya itu yang mereka
pahami dan hanya itu yang bisa mereka lakukan. Seketika maka rasa ingin
membalas akan sirna dengan sendirinya.
Kalau
Sudah Terlanjur Membalas?
Ya sudah, berarti kita terserap pada ruang dan waktu pelaku hinaan
tersebut, kita masuk ke dalam kondisi mereka, kita menyatu dengan emosi (ego)
pelaku hinaan tersebut. Thatβs okay, selama anda sadari segera minta maaf,
maafkan orang tersebut dan bertobatlah, agar nanti tidak menjadi karma buruk
bagi anda.
Nah,
bagaimana dengan anda yang sedang baca tulisan ini? Apakah anda hari ini sudah
membalas perbuatan buruk seseorang kepada anda?
No comments:
Post a Comment