Monday, October 14, 2019

Kehidupan kita mempengaruhi kehidupan lainya


Mulai ditulis 11 Oktober 2019 diselesaikan 14 Oktober 2019

Baca judulnya saja pasti kita mikir, “Kok bisa?”, padahal ada motto yang sering didengungkan “Everyone for Himself” yang bisa diartikan secara bebas adalah “Semua orang bertanggung jawab atas dirinya masing-masing”.

“Aku yo aku”, “Kamu yo kamu”. Istilah ini kerap dihubungkan dengan EGO State kita masing-masing, seberapa besar kita mempertahankan ego kita ya segitu juga kita memberi makan Force ini untuk terus berkembang.

Jika di-analogi-kan, maka kita bisa bayangkan kehidupan itu seperti air dikolam yang tenang, begitu kita lempar batu ditengahnya maka akan ada gelombang air yang bergerak dari tempat kita lempar batu itu ke seluruh permukaan air di kolam itu.... Artinya sekecil apapun perbuatan kita di dunia ini akan mempengaruhi dunia di masa depan. Jadi bisa disimpulkan seperti ini, apa yang kita alami sekarang adalah produk dari yang kita lakukan dulu. Pernah kah anda menonton film dengan tema perjalanan waktu? Di situ biasanya digambarkan bahwa ketika berjalan ke masa lalu tidak boleh merubah apapun itu, karena itu akan merubah masa depan, berdasarkan teori selimut kosmik itu, bahwa sekecil apapun itu perbuatan kita di masa lalu akan berdampak pada kita di masa sekarang dan di masa depan.

Nah ini artinya kita masih terjebak pada Ruang dan waktu yang sifatnya spasial dan serial. Sehingga kita cenderung sering menyalahkan diri kita sendiri seperti frase yang sering kita dengar “Salah apa saya dulu, kok saya bisa dihukum seperti ini?”, “Dulu saya pernah berbuat salah apa sehingga saya menerima kesialan ini?” kemudian biasanya diikuti oleh pecarian sumber kesalahan dan mulai menyalahkan susu yang sudah tumpah, “Nek mbiyen aku gak dipekso mlebu Teknik, pasti aku saiki wis dadi dokter”, “Dulu misalnya kalau aku terima kerjaan di tempat itu pasti aku sudah jadi Kepala Cabang”, kalau...kalau....andai....andai....misalnya.....jikalau..... segala mcam penyesalan yang kita ucapkan berusaha menyalahkan keputusan kita yang salah dan tidak mau mengakui kepemilikan kesalahan itu adalah kita sendiri dan secara konstan dan terus-menerus menyalah diri kita sendiri dan membuat diri kita menjadi orang yang tidak berharga.

Pertanyaannya adalah apakah kita akan berlarut-larut pada kejadian yang sudah terjadi dan terlewatkan? Ataukah kita akan menggunakan sisa waktu kita di dunia ini untuk melakukan kebaikan untuk masa depan kita? Coba renungkan sejenak..........







Baik, bagaimana sekarang menurut anda?
Terus bagaiman dengan kesalahan yang dahulu pernah kita lakukan? Sadari kesalahan itu, akui, maafkan dan jangan diulangi lagi, lakukan kebaikan untuk sesama bukan untuk menebus kesalahan anda, lakukan tanpa syarat, lakukan tanpa alasan biar kita lapang jalannya lah, biar gampang nantinyalah....itu syarat, itu beban, itu harapan terhadap perbuatan baik kita....Berbuat baik itu sama halnya dengan *maaf* buang hajat, kalau seudah selesai, siram dan ditinggal, kita nggak pernah tanya-tanya lagi soal itu. Seperti itu dan semudah itu. Sehingga kalau datang masalah kita tidak akan menyalahkan Tuhan (luar biasa bukan).

Ciri-cirinya kalau berbuat kebaikan dengan syarat, misalnya kita memberi sedekah kepada seseorang dengan harapan akan menerima keberuntungan atau kebaikan 10 kali lipatnya, terus menerus di ingat-ingat pernah kasih ke Yayasan ini ke yayasan itu, pernah nyumbang ke ini ke itu dan lain sebagainya.....dan ketika ada masalah nanti Tuhan yang disalahkan, “Mengapa kau beri aku cobaan ya Tuhan, padahal saya sudah menyumbang ke Yayasan ini, ke Panti itu, mendonasikan ini itu...mengapa Tuhan...”
Nah, jadinya kan seperti itu, karena melakukan kebaikan dengan syarat, “Saya mau melakukan kebaikan dengan syarat nanti saya akan menerima kebaikan lagi”, Thats Not How It Works.....

So, how it works? Lakukan kebaikan dan lepaskan ke semesta, dan lanjutkan hidupmu, jadikan ini kebiasaan yang baru sehingga tubuhmu tidak lagi mengira bahwa ini sesuatu yang “Wow” tubuhmu sudah terlatih dan menjadi kebiasaan...Doing good thing everyday makes you positive and had a clear mind all the times.....

Kemudian closingnya bagaimana? Seperti yang sering saya dengarkan di dalam kelas Workshop, “Mari kita tebarkan Karma Baik” ya kira-kira itu maksudnya....jangan berhenti kalau ada yang membalas kebaikan kita dengan kejahatan, itu bukan salah anda, anda tidak bisa kontrol manusia lainnya, anda hanya bisa kontrol diri dan perilaku anda, sehingga lakukan saja tanpa pikirkan lagi nanti kembalinya seperti apa...lepaskan maka anda akan terkejut akan Mulia-Nya.

Thursday, October 10, 2019

PENYAKIT dan KESEMBUHANNYA

10 Oktober 2019

Penyakit dan kesembuhannya adalah 2 hal yang tidak terelakkan dan tidak dapat dipisah mereka selalu bersamaan, ketika penyakit datang maka kesembuhan akan menyusul juga, keduanya tak terelakkan.....jadi jangan berkecil hati kalau sakit, anggap saja Tuhan sayang kepada anda, dan kesembuhan pasti datang. Se-simple itu sebenarnya, hanya kita yang masih terjebak ruang dan waktu selalu tidak sabar.

Saya ingat kejadian pada tanggal 3 Oktober 2019, saat saya menanyakan progres teman saya yang ingin berat badannya ideal. Dan ketika saya tanya “Bagaiman tugasnya? Sudah dilakukan belum?”
Dia pun menjawab “Maaf belum sempat, karena satu rumah kena sakit Muntaber”
Di keadaan “Mak Theg” ini saya ingat yang dikatakan Pak Bagus waktiu kopdar di CIDO.
“Cari pasien sebanyak-banyaknya biar bisa tahu maksud saya itu”
Ya mungkin ini salah satunya dari “sebanyak-banyaknya” itu.....

Kemudoan saya tanya kepada teman saya itu, “Mau sembuh ya dari Muntaber?”
Jawabnya, “Ya mau lah, siapa juga yang mau sakit” (ini ijin sekaligus kesadaran dirinya kalau mau sembuh)
Kata saya padanya, “Baik, sekarang semua orang di rumah itu harus sepakat kalau mau sembuh dari sakit muntaber ya?”
Cara menjawab di Chatting WA langsung berubah serius, “Baik, coba saya pastikan ke yang lainnya...”
Selang beberapa saat kemudian masuk chat WA, “Iya, kita di rumah ini sepakat untuk sembuh dari penyakit Muntaber ini”
Saya intensikan untuk siapa saja yang minum air di rumah itu jadi sehat dan sembuh, kemudian saya atensikan dalam niat batin saya (Superposisi) untuk menjadikan seluruh air yang ada di dalam rumah itu sebagai air penyembuhan, air kesehatan (Air Magnetis kalau dulu saya menyebutkannya) terbebas dari penyakit.
Kemudian saya WA kembali teman saya, “Kalau sepakat sembuh, sekarang semua orang yang mau sembuh minum air yang ada dirumah itu, tapi sekarang ya minumnya, nanti kabari lagi kalau sudah minum semua”
Tak lama kemudian ada WA masuk lagi, “Sudah, sudah diminum airnya”
Saya jawab, “Semua ya, termasuk kamu”
“Iya sudah”

Kemudian saya tanya ke teman saya itu, satu rumah itu isinya siapa saja? Dia jawab ya semua tanpa menyebutkan secara spesifik.
Kemudian saya tanya, “Lha iya satu rumah itu siapa saja? Tolong disebutkan”
Dan di sebutkan lah “Saya, Mama, Tante, Anak nya Tante, Adiknya Tante yg dr Pasuruan disitu juga”
Sambil di sebutkan di dalam Chatting WA tersebut, saya gambarkan sebuah rumah dengan nama-nama orang tersebut di dalamnya, dengan lingkaran sebagai simbol spirit (intention) memiliki maksud menggambarkan orang-orang di dalam rumah itu yang sedang kena Muntaber, kemudian saya remas-remas dan istilah jawanya “di-unthel-unthel” sampai jadi sampah kemudian saya buang ke sampah kantor dengan maksud membuang penyakitnya ke semesta (sambil saya atensikan untuk “Sembu”) kembali kepada penciptaan awalnya (karena pada dasarnya penyakit pun sama dengan Manusia, Ciptaan Tuhan juga).

Kemudian saya katakan pada teman saya “Buka seluruh jendela dan pintu rumahnya ya....”
Balasnya spontan “Lha, buat apa?”
Saya jawab juga dengan spontan, “Biar penyakitnya bisa pergi melalui Pintu dan Jendela rumah itu”.
Pada dasarnya ini adalah syarat = simbol kepada dimensi ruang dan waktu, padahal saya sendiri tidak tahu kenapa pada saat itu saya menyuruhnya untuk melakukan itu, saya hanya mengikuti intuisi (Superposisi) saya.

Kemudian yang sudah ditunggu-tunggu untuk setelah agak lama membaca tulisan ini, The Million Dollar Questtion –nya, “Apakah seluruh rumah itu sembuh?
Hmmm....bahkan saya tidak pernah memikirkannya lagi.....

Jadi di dunia ini seperti Penyakit dan Kesembuhannya, dua hal yang inevitable (tidak terelakan/pasti) sama halnya Kebaikan, pasti di-ikuti oleh keburukan, nah ini dualitas karena kita hidup di dunia, di Keberadaan itu non-dualitas, Sembuh ya sembuh, sehat ya sehat......

Catatan tambahan : Beberapa hari kemudian teman saya WA dan mengatakan, “Malamnya habis minum air itu, semuanya sudah nggak muntaber lagi”, saya balas “Puji Tuhan”.

Wednesday, October 9, 2019

Orang Penting

09 Oktober 2019

Siapakah “Orang Penting” di sini? Orang yang kita anggap berpengaruh bagi dan untuk kehidupan kita, baik itu yang berjasa di masa lalu maupun yang akan berjasa bagi kita di masa yang akan datang (paling tidak itu yang akan anda harapkan berjasa bagi anda di masa yang akan datang).

Di dalam tatanan masyarakat kita Orang Penting bisa berarti yang di “Tua-kan” yang dihormati, sesepuh, living legend, saksi hidup, maupun ornag yang memiliki pengaruh di dalam komunitas itu.

Kalau di dalam dunia kerja? Menurut anda siapa? Atasan kita? Orang yang mengajak masuk ke perusahaan itu? Relasi? Rekan kerja? Bahkan bawahan. Kadang kala calon Klien atau calon rekanan kerja yang kita harapakan akan menjalin kerjasama dengan kita nantinya.

Mari kita bahas di dalam dunia kerja terlebih dahulu, karena kejadian ini terjadi di lingkungan kerja saya, oleh karena itu saya akan membahas yang ada di dunia kerja. Di tempat kerja saya yang bergerak di bidang Jasa Konsultansi, yang secara tidak langsung akan sering bersentuhan dengan pribadi-pribadi yang bermacam-macam, baik itu yang berasal dari pemerintahan maupun dari swasta atau perorangan.

Kemarin saya melihat percakapan atasan saya dengan team yang lain di dalam sebuah percakapan di Group Whatsapp, ketika kita memutuskan bahwa orang tersebut atau pribadi tersebut sebagai “Orang Penting” maka secara tidak langsung maka kita menaikkan derajadnya atau menaikkan levelnya di atas kita, kita berikan sebutan “Beliau”, “Bapak”, “Ibu”, “Tuan” dan sebutan lainnya yang digunakan untuk memberikan penghormatan.

Di satu sisi hal ini akan menyebabkan kita untuk memberikan perlakuan yang lebih terhadap orang tersebut, baik karena jasa yang sudah dilakukan maupun yang belum dilakukan (harapan kita bisa menerima benefit sesudahnya). Pertanyaannya adalah, apakah kita memperlakukan semua klien sama? Ataukah kita memperlakukan Klien berdasarkan nilai Project atau pekerjaan yang akan dan sudah kita terima?

Mari kita beralih kepada kehidupan kita sehari-hari. Siapa “Orang Penting” di kehidupan kita? Orang tua kita? Suami atau istri kita? Sudara-saudara kita? Anak-anak kita? Bahkan assiten rumah tangga kita? Kemudian apakah ini permanen atau kondisional? Coba kita renungkan sebentar.....


Kalau di Ilmu Quantum Physics, semua materi di dunia ini terdiri dari Quark dan kehampaan. Artinya di dalam ilmu Quantum Physics kita semua sama, tidak ada yang penting dan yang kurang penting. Begitu pula di kehidupan ini, ketika kita memperlakukan seseorang sebagai “Orang Penting” maka tertempel (Attached) juga harapan, rasa terima kasih, perlakuan yang beda dengan orang lainnya. Kurang lebih seperti itu dan banyak tambahan-tambahan lainnya.

Bagaimana kalau kita lihat dengan cara yang berbeda mulai saat ini? Coba anggap orang-orang bahkan benda-benda dan hewan-hewan di sekitar kita itu adalah “Penting” karena pada dasarnya kita semua Ciptaan Tuhan, hanya “Label” yang membedakannya, mari kita lupakan “Label” kita lihat sesama dan lingkungan kita adalah Ciptaan Tuhan yang indah adanya. Mulai dari penciptaan awalnya dan tujuannya, semuanya indah dan semuanya penting. Karena tidak ada di dunia ini yang diciptakan tanpa tujuan, semua terdiri dari Quark dan energi, dan semuanya terkoneksi dalam gelombang kehidupan, semua perbuatan di masa lalu akan mempengaruhi kejadian sekarang dan semua perbuatan sekarang akan mempengaruhi masa depan.

Mari kita lihat semua di dunia ini sebagai “Orang Penting” seburuk dan sebaik apapun itu......

Tuesday, October 8, 2019

LABEL


08 Oktober 2019

Label, hal pertama apakah yang terlintas di pikiran kita ketika kita mendengarkan kata “Label”, bisa di artikan secara bebas adalah sepotong kertas, plastik, kain, besi yang menempel pada suatu benda yang memberikan informasi atau keterangan baik itu secara lengkap maupun sepotong, baik itu harga maupun kandungan di dalamnya.

Iya benar, label adalah bagaimana kita melihat segala sesuatunya, bahkan label kebanyakan tidak nampak tapi ada, tidak berupa kertas atau kain yang menempel, tetapi lebih kepada makna dan arti pertama kali kita melihat benda, barang atau bahkan seseorang.

Luar bisa bukan, labelnya tidak nampak tapi kita bisa melabelinya. Contoh sederhana saja, waktu pertama kali kita melihat anjing dengan ukuran normal kebanyakan anjing, apa pertama kali yang terlintas, ada 2 macam reaksi. Bagi pecinta anjing melihatnya “Lho kok lucu, anjing siapa ini?” kemudian dilanjutkan dengan kontak dengan anjing tersebut. Bagi yang bukan pecinta anjing melihatnya sebagai hewan dengan taring dan lidah yang menjulur, ada yang bilang “Ih serem” ada yang bilang “Liurnya menjijikkan”, seram, jijik, takut bahkan ada yang benci. Inilah label, mengapa kita melabeli sesuatu tanpa menilai lebih dalam atau lebih kepada ciptaan-Nya yang mulia.

Ini sebabnya, dari lahir kita sudah dilabeli oleh orang tua kita, yaitu nama lahir kita, siapapun kita, nama lahir orang tua yang diberikan kepada kita adalah label pertama yang kita terima. Yang kemudian dilanjutkan oleh doa dan harapan dari orang tua, dengan harapan dan segala kebaikan orang tua terhadap kita, itulah label yang kita sandang dan kita bawa sampai sekarang.

Oleh karena itu di kebudayaan Jawa, apabila anak kecil sakit dan nggak sembuh-sembuh, sering diasosiasikan sebagai “Kabotan Jeneng” atau namanya yang terlalu berat baik haraapan amupun tanggung jawab yang diberikan kepada anak secara batin. Dan akhirnya diberikan upacara penggantian nama agar label yang pertama tadi hilang kemudian diganti dengan label yang baru dengan harapan baru tentunya (Harapan agar anak bisa sehat dan tumbuh dengan normal).

Mari kita kembali pada label yang kita sandang ketika kita lahir kemudian ketika kita mulai beranjak besar, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, Pendidikan tinggi bahkan sampai di dunia kerja, kita pun masih menyandang berbagai label yang menempel di diri kita.

Masih ingatkah kita ketika kita SD atau SMP di labeli oleh guru kita? Ketika bisa mengerjakan soal atau pertanyaan dengan baik dan benar “Pinter kamu ya” ini label, atau ketika tidak mengerjakan PR “Pemalas kamu!” inipun juga label. Itu hanya contoh tanpa mendiskreditkan guru di sini, karena Guru bagi saya adalah sosok yang berjasa bagi saya apapun itu ajarannya saya terimanya sebagai utusan Tuhan kepada saya untuk belajar mengenai realita kehidupan.

Pertanyaannya adalah, apakah kita adalah label yang tertempel di diri kita? Apakah lebel itu adalah diri kita? Apakah kita adalah label yang tertempel di diri kita?

Mari kita renungkan, sejauh apa kita sudah dilabeli, bahkan oleh diri  kita sendiri, kita labeli bahwa kita adalah karyawan kantor yang nggak mungkin bisa jadi pengusaha, atau kita sebagai pengusaha yang harus berpikir profit dan profit saja? Siapa yang menciptakan analogi seperti itu? Label lagi kan?

Kita diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk Spiritual yang terperangkap dalam tubuh manusia, di dalam label, ini yang harus kita sadari, akui, terima ini dan berdamai dengan ego kita. Guntinglah label kita dan temukan sejati diri kita, maka kita akan berdamai dengan ego kita.....Salam sejati untuk diri kita yang sejati.

Monday, October 7, 2019

Dahaga dan Lapar Jiwa

6 Oktober 2019

Pagi ini saya terbangun jam 4 pagi karena alarm di HP, setelah saya matikan saya baru teringat kalau sebelumnya saya sudah bangun sekitar jam 2 malam karena haus, setelah minum air saya tidur lagi, jadi bangun jam 4 ini tenggorokan terasa kering lagi....

Setelah minum beberapa gelas air saya bergegas mandi, karena ingat hari ini ke Gereja dan ada Perjamuan Kudus.

Pernahkah anda merasakan haus yang tidak pernah teredakan? Pasti firasat anda adalah "kok haus terus ya? Paling mau panas dalam ini" atau kecurigaan - kecurigaan kita lainnya.

Baik kita kembali kepada cerita ini.... Setelah melakukan persiapan untuk ke Gereja, saya dan istri berangkat ke Greja Kristen Jawi Wetan Pasamuan Wonoasri Kediri, jarak nya sekitar 200 meter dari rumah mertua, tempat kami menginap di akhir pekan itu.

Sesampainya di parkiran Gereja, yang semula nggak terasa apa-apa, sekarang menjadi haus, saya berusaha mencari air atau permen untuk menghilangkan rasa dahaga ini, tapi tidak dijumpai satupun dari yang dicari itu. Ya sudah, nanti saja, gumam saya dalam hati.

Di dalam Gereja yang semula haus sekarang berubah menkadi tenggorokan kering dan cenderung gatal, kemudian perut tiba-tiba terasa lapar dan muncul tanda-tanda lapar (perut keroncongan). Sudahlah, tahan sebentar nanti juga hilang.....

Bukannya hilang akan tetapi malah semakin menjadi, saya coba alihkan dalam keadaan hening, DEC dan berdoa bahwa yang saya rasakan adalah lapar fisik saja. Ternyata tak kunjung reda juga. Hingga kebaktian dimulai sampai pada mulai Perjamuan Kudus, rasa itu tadi semakin meningkat, sampai pada pembagian roti sebagai simbol dari tubuh Kristus, dan Pak Pendeta mengijinkan Umatnya untuk mulai memakan roti tersebut dan apa yang saya rasakan?

Sebuah kelegaan yang luar biasa, ketika mulut menerima roti, ada rasa merinding yang menyebar dari mulut dan meliputi kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh.....dan rasa lapar itu hilang, rasa haus juga berangsur sirna......

Tak lama kemudian gelas-gelas kecil berisi minuman anggur dibagikan kepada seluruh Umat GKJW, yang kemudian Pak Pendeta mengijinkan untuk meminumnya....... dan seketika rasa kering di tenggorokan, rasa haus dan lapar yang menjadi-jadi itu hilang semua, berganti dengan rasa lega, rasa bersyukur yang luar biasa, baru kali ini saya merasakan rasa seperti ini, benar-benar berbeda dari rasa Perjamuan Kudus yang biasanya.....saya hanya bisa berkata “Kali ini rasanya beda...”

Mungkin inilah yang dinamakan pertemuan antara pencipta dan ciptaan-Nya yang benar-benar terasa. Saya merasakan saya menjadi satu tubuh dengan Tuhan, darahnya mengalir di dalam darah saya. Seperti kerinduan yang terobati. (Bahkan sambil menulis ini saya merasakan rasa itu lagi). Mengapa baru sekarang saya merasakannya? Kenapa yang dulu-dulu kok tidak seperti ini?

Apakah ini yang dinamakan kesadaran atas diri kita sendiri semakin meningkat? Tidak ada ukuran yang jelas, hanya ada perasaan damai yang menempel di hati saya ini.

Apakah ini namanya dahaga dan lapar batin yang terpenuhi? Terima kasih Tuhan, diriku dan diri-Mu telah menjadi satu.

Friday, October 4, 2019

And the Journey Has Began…..

04 Oktober 2019

Sembari menulis, pikiran saya mengembara (hasil dari tapping). Pikiran saya kembali lagi di masa sekolah dasar, tepatnya kelas 4 SD, hari itu saya sedang bersiap untuk berangkat ke Gereja, berarti minggu pagi. Saya bercermin di depan kaca sambil menyisir rambut saya.

Mungkin karena berdiri terlalu lama di depan cermin ya…… Okay sekarang coba saya tanya kepada Sahabat sekalian, pernahkan melakukan ini: Meletakkan cermin kdi depan cermin dan menggerakkannya, apa yang kita lihat? Sebuah Infinity Image ya? Semakin jauh image nya semakin gelap refleksinya karena tiadaan cahaya di setiap refleksinya sehingga refleksi yang terdalam, cahaya nya tereduksi dengan sendirinya.

Baik sekarang kita kembali lagi di cerita saya ketika saya masih Kelas 4 SD…..sekitar 5 menit di depan cermin, saya menatap diri saya sendiri…..tiba-tiba ada suara dari dalam diri saya yang mengatakan seperti ini…
“Kamu siapa?”
“Saya ya saya, ya Aditya..”
“Terus kamu dari mana asalnya?”
“Saya diciptakan oleh Tuhan…”
“Baik terus kalau kamu diciptakan Tuhan di dunia ini, di sana kamu siapa?”
“Saya ya saya keberadaan saya ada sebelum penciptaan-Nya di dunia ini”

Shhhrrrreeeeeetttt…..(merinding dari tulang ekor menuju ke batang otak mungkin ke ubun-ubun juga tapi seperti itu, bahkan menuliskan ini saya juga merasa merinding)

Seketika suara itu berhenti dan hanya keheningan yang saya rasakan…..terasa begitu lama hampir sejam rasanya…..

Deg…..kesadaran saya muncul kembali ketika Ibu saya mengingatkan saya untuk segera ke Gereja….(jadi apa yang saya rasakan sejam itu mungkin hanya 5 menit di dunia ini)

Seperti itulah yang saya rasakan pada saat saya kelas 4 SD dan memori itu kembali muncul ketika saya melakukan hal simple yaitu “Tapping”

Dan seperti kebanyakan anak SD kelas 4, megalami hal yang belum bisa di definisikan, mengsilkan ketakukan, ketakutan membuat trauma, dan kita semua tahu itu larinya ke mana....

Delete….memori itu saya delete, oleh saya yang KW-KW… agar tidak mengalami itu kembali….

Semenjak kejadian itu saya tidak mau berdiri terlalu lama di depan cermin (yang bicara subconscious Mind saya).

Sekarang saya berusaha menghadirkan kembali pengalaman itu dan berusaha men-tapping nya agar bisa menemukan my true SELF seperti kepada “I as an image of SELF”

And the journey is begin…..

Sekian cerita hari ini dari saya, terima kasih Sahabat yang mau meluangkan waktunya untuk membaca tulisan saya ini…..

Terima kasih

Thursday, October 3, 2019

Kebenaran (kebetulan) yang sesungguhnya


02 Oktober 2019

Hari rabu ini saya sudah niatkan untuk bayar Pajak Mobil, kali ini pasti karena kemarin seharusya tanggal 01 Oktober 2019 akan tetapi ada janji dengan Pak Bagus.

Kali ini ceritanya simple banget, kami (saya dan istri) berencana bayar pajak mobil di samsat corner Galaxy Mall.

Akan tetapi keadaan berubah karena ketika saya bekerja sambil tapping, tiba-tiba muncul kilatan, “sudah lama saya tidak nonton film di bioskop bersama istri” terakhir kami nonton di bioskop itu adalah “Toy Story 4” bulan juni 2019. Nah carilah saya jadwal yang pas, dengan rencana setelah bayar pajak, makan bentar, lalu nonton. Dengan rencana seperti itu maka saya pilih waktu tayang di jam 19.00 WIB, lha kok ternyata bioskopnya Full, tinggal 1 baris di depan layar.

Saya melihat istri saya agak kecewa, berkata demikian “Ya kapan-kapan aja nontonnya”, Hehehe…saya gak mau lah kalah sama keadaan…..berpikir dan berpikir, nah….kan bisa bayar di royal plaza Surabaya, di sana kan ada juga Samsat Corner pikir saya…..langsung saya cek pakai aplikasi MTIX, dan ternyata tayangan jam 19.00 WIB juga FULL….duh…. Sambil terus tapping, saya lihat show sebelumnya ternyata jam 18.30 WIB, diskusi dengan istri, jawabannya “Nggak kemepeten tha?” , saya jawab “Nutut lah”….

Dan saya jadikan transaksi elektronik untuk membeli tiket tersebut. Jam 17.00 kami berangkat dari kantor di daerah Sidosermo menuju Royal Plaza Surabaya, Puji Tuhan lancar sampai di tujuan, parkir di tempat biasanya. Begitu masuk saya langsung mengakses memory saya setahun yang lalu dimana pajak tahun lalu saya bayar juga di Samsat Corner Plaza Surabaya.

Mencarilah saya sesuai dengan memory saya setahun yang lalu…..mondar mandir mencari tempat yang saya bayangkan di memory saya setahun yang lalu….dan ternyata sudah pindah…..Nah Lho… sambil tapping terus saya cari bersama istri sampai tanya ke bagian kebersihan dan Mbah Google, orang kebersihan berkata “Di Lantai 2 Mas” di Google di lantai LG yang ternyata lantai LG sedang di renovasi…mondar- mandir almost desperate turunlah kami di lantai dasar di bagian informasi. Dan tanyalah kami di bagian informasi “Di Lantai 2, dekat bagian furniture seberangan dengan pegadaian”. (kenapa nggak dari tadi ya?).

Bergegaslah kami ke tempat yang di maksud dan melakukan transaksi yang kami niatkan dari awal datang tadi. Selesai itu kami bagi tugas, saya menukar tiket, istri memesan makanan. Dan ternyata karena khawatir (Force) menghasilkan, makanan yang kami order keluarnya lama, saya dan istri berusaha tidak “complaint” selama sehari itu, jadi kami biarkan saja semua itu terjadi, pas makanan dating waktu tinggal 10 menit sebelum jam 18.30.

Sambil makan dengan kecepatan normal, agar tidak menjadi force, saya menenangkan diri dan berpikir demikian kira-kira “Nanti itu filmnya bakalan mulainya telat karena masalah teknis sehingga pada jam tayang, masih belum bisa ditayangkan” sudah itu saja, saya fokus kembali untuk makan.

Sedang menikmati karunia dan rejeki dari Tuhan, istri menyadarkaan saya lagi “Sudah jam 18.30 lho, filmnya sudah mulai ini…”, saya berpikir dalam hati, “telat yo wis nanti ya paling masih intro” ya sudah seperti itu, kami berjalan ke arah bioskop dengan langkah kaki normal saja tidak berlarian seperti akan ketinggalan pesawat.

Sesampainya di gedung, pintu Studio 4 sudah dibuka, langsung lah bergegas menuju studio tersebut, tapi istri harus ke toilet dulu sambil membagi tiket agar nanti dia bisa masuk ke studio sendiri tanpa saya tunggu di luar.

Masuklah saya, dan ternyata sudah mulai……trailer dari film-film lainnya yang akan tayang di sini. Wih lega, ternyata belum telat. Tak lama istri saya pun menyusul ke tempat duduk yang sesuai dengan tikeet, sambil berkata “kok belum mulai?” saya pun menjawab, “nggak tahu dari tadi ya gini”.

Sudah lewat 10 menit dari jadwal awal, film belum dimulai juga….sampai-sampai trailer dan iklan yang ditayangkan sudah habis, dan tidak ada lagi yang ditayangkan hanya layar blank saja, dan mulai di mainkan…..musik-musik Cover versi akustik…..(sampai sini saya sadar dengan apa yang saya pikirkan tadi) san terjadilah, ada masalah di Curtain nya, sehingga layar tidak bisa terbuka penuh, datanglah maintenance bioskop ini untuk mengatasi masalah ini, sekitar 10 menit akhirnya masalahnya beres dan film bisa mulai diputar.

Nah itulah pengalaman saya ketika saya mulai memperhatikan hal-hal kecil di kehidupan ini, semuanya sudah di-desain dengan indahnya oleh Tuhan, kita sudah tinggal menikmati sajian-Nya saja,

“So why we always complaint?”

CONSTRUCT atau FUTURE?

03 Oktober 2019


Banyak event atau bisa dibilang kilatan kejadian masa lalu yang muncul ketika kita melakukan Tapping, bagi yang masih rajin Tapping pasti masih sering mengalaminya….

Apa yang terjadi apabila yang muncul itu memory yang asing bagi kita, mungkin bukan milik kita malahan, atau bisa jadi milik kita tapi kita tidak pernah mengalaminya, seperti belum terjadi, tetapi kita tahu semuanya yang ada di event tersebut, hanya saja belum terjadi atau kita melihat diri kita sendiri di event tersebut.

Bagaimana? Pernah?

Saya pernah dan perasaan asing yang saya rasakan pertama kali, apakah itu kenyataan ataukah saya mulai delusi? Ataukah pikiran saya sendiri yang meng Construct event tersebut? Atau kah itu kilatan Event di masa depan (Future) yang belum saya alami sendiri hingga waktunya nanti?

Bertanyalah saya ke Pak Bagus, ini jawabannya
“Itu bentuk impersonal dari personality Kita sendiri. Jadi munculnya seakan di luar diri kita. Tetap ada trigger yang memunculkannya. Nah, di situ ada pesan yang bisa Kita cari maknanya.”

Saya pun meng-iya-kan, sambil bertanya
 “Baik, itu bisa jadi pesan, kalau misalnya saya anggap sebuah kejadian yang belum terjadi tetapi saya bisa melihatnya, apakah bisa juga seperti itu? Atau itu hanya sebuah construct dari pikiran kita?”

Jawab Pak Bagus kepada saya
“Bisa jadi, sehingga kalau baik maka hambatannya dikuatkan dengan tapping. Kalau kurang baik, editlah, lukislah ulang sampai terlibat indah, juga dengan tapping. Artinya, Kita sebagai observer menciptakan konteks.”
“Construct, Saya Kira Hal yang tidak mudah jika blocking energinya masih kuat.”

Kemudian saya bertanya lagi untuk memastikan “Apakah saya Delusional?”

Jawab Pak Bagus.
“Nah, yang terlihat itu Kan sebenarnya suatu data. Maka, saat subtle-energynya semakin murni maka kemampuan membaca dimensi data juga semakin meningkat.”

Nah, jadi bagaimana kesimpulannya? Apakah pikiran kita yang membangun memori tersebut? Ataukah kita bisa melihat ke masa yang belum terjadi?

Jawabannya ada tersimpan di diri kita masing-masing, keep on tapping, dan mulailah memurnikan pikiran dan hati kita, bila event tersebut kurang indah, tapping terus, buat itu menjadi indah.

Tidak ada satu pun di dunia ini yang diciptakan tanpa tujuan dan tidak ada satu hal pun yang “ketepakan” (kebetulan).

Saya adalah saya bukan KW-KW an


1 Oktober 2019

Setelah merasakan bagaimana hidangan Tuhan Yang Maha Kuasa, begitu luar biasanya, sampai tersadar bahwa kita ciptaannya sesuai dengan Citra-Nya.

Sore itu saya ada janjian bertemu Pak Bagus, awal rencana sebenarnya kami (saya dan istri) ingin ke Galaxy Mall untuk bayar pajak mobil di Samsat Corner GM. Tapi siangnya Pak Bagus menagih janji saya padanya dengan bertanya di WA “Kapan mampir ke tempat saya?”. 

“Mak Theg” begitu istilah yang sering di dengungkan oleh Pak Bagus. Tiba-tiba saya setuju dan berpikir bahwa sudah bawa baju ganti biar nggak pakai seragam kantor kalau mau ke Mall rencana awalnya, yaw is lah kan sama aja, ini nanti juga ke Pak Bagus pakai baju ganti yang sudah disiapkan tadi pagi.

Begitu jam 16.45 menjelang pulang kantor, tiba-tiba sakit kepala menyerang, mulai dari belakang leher naik ke ubun-ubun dan mulai melakukan gerakan ber-irama…..Nyut-nyut-nyut…...
Lha kok sakit? Sudah, saya berusaha melupakan sakitnya kepala ini, sambil berpikir nanti juga hilang, sambil saya terus tapping.

Ganti baju, beres-beres meja, masukkan barang ke mobil, naik mobil, mau keluar kantor kok sakitnya tambah menyerang dan melebar.

Sampai di tikungan gang mau ke jalan Jagir kok tambah nemen…. Begitu masuk jalan Jagir kok ya padet jalannya, tiba-tiba kendaraan yang tidak pernah lewat jalan jagir biasanya kok ya pada lewat situ semua.

Alhasil sakit yang semula di kepala waktu itu menyebar ke pundak dan lengan bagian atas, duh….keluh saya waktu itu.

Sambil tapping saya katakan pada sakit kepala saya sambil saya sadari bahwa sakit ini adalah produk dari pikiran saya (Ciptaan Tuhan juga) “Okay tidak apa-apa, sakit sekarang aja, tapi nanti setelah lewat Traffic Light, sudah tidak sakit lagi ya…” sambil terus saya tapping.

Begitu keluar dari kepadatan lalu-lintas Jagir, sakitnya……Masih ada dong…..sambil saya terus tapping sambil nyetir….. eh melewati pombensin Nginden sakitnya hilang.

Dan sore itu pertemuan kami dengan Pak Bagus berjalan sesuai dengan harapan kami semua Foto dan cerita-singkatnya ada di posting Facebook Pak Bagus.

Tapi hal yang saya ceritakan di atas belum saya ceritakan ke istri saya pada saat kejadian itu, Pak Bagus juga tidak saya ceritakan. Saya ceritanya sehari sesudah pertemuan itu.

Jawaban Pak Bagus cukup lucu juga “…Wis biasa ini….”

Pertanyaan yang wajar pasti “Kok bisa biasa Pak?”

Dan penjelasan Pak Bagus “Kira-kira kenapa itu?”

Saya jawab “Alam bawah sadar saya menghalangi saya”

Jawab Pak Bagus "Betul, beberapa orang begitu. Ada EP yang gak mau ditransfirmasikan, sehingga mensabotase. Bahkan mau ikut W. SEMEDI itu aja banyak halangannya. Bahkan ada alumni yang kalau ketemu Saya itu mau ngamuk mesti"

Dengan sebuah solusi Pak Bagus mengatakan hal yang simple banget “di-Tapping aja”
Tetapi ketika tapping hadirkan sakit kepala itu kembali, hadirkan jiwa yang kepalanya sakit pada saat perjalanan itu, alami lagi, ijinkan dia muncul kembali, hadir secara keseluruhan, “Kalau sudah masuk, kunci, trus super posisinya yang tapping”…..

Sambil chatting dengan Pak Bagus, langsung saya lakukan pagi ini…..perasaan itu hadir keadaan itu hadir, bahkan sampai sakit kepala itu muncul juga…Nyut-Nyut-Nyut…..sambil tapping, dan DEC tentunya untuk mengunci kondisi itu, kemudian Superposisi yang tapping…..dan sakit itu hilang dan tidak akan kembali lagi, jiwa yang mensabotase dan memberontak untuk mentransformasi diri sudah berdamai dengan saya. 

Tersenyum dengan bahagia dan cinta….. Saya siap mentransformasikan diri saya…..



Waraz.

𝗜𝗡𝗚𝗜𝗡 𝗧𝗔𝗛𝗨 𝗧𝗘𝗡𝗧𝗔𝗡𝗚 𝗛𝗢𝗟𝗜𝗦𝗧𝗜𝗖 𝗛𝗘𝗔𝗟𝗜𝗡𝗚?𝗠𝗔𝗨 𝗕𝗘𝗟𝗔𝗝𝗔𝗥 𝗝𝗔𝗗𝗜 𝗛𝗢𝗟𝗜𝗦𝗧𝗜𝗖 𝗛𝗘𝗔𝗟𝗘𝗥? 👇👇👇 Baca...